Antara Jurnalistik dan Klientologi

Malam belum lagi dalam, tetapi mata ini sudah tidak bisa diajak kompromi. Berat. Bantal dan selimut memanggil agar diri ini segera berada dalam rengkuhan mereka. Dalam sesaat, benak ini segera melayang. Kenikmatan tiada tara, saat tubuh dan pikiran menikmati malam.

Kriinggg…
Kriiinggg…

Lamat-lamat saya mendengar telepon berdering. Mata ini menolak untuk membuka. Namun suara itu memaksa telinga dan pikiran saya bergerak. Biasanya saya mengabaikan telepon atau pesan yang masuk pada malam hari saat saya memutuskan untuk pergi tidur. Berbeda dengan sebelumnya, saat saya masih menjadi awak televisi dan menjadi salah satu dari jajaran pengambil keputusan, terutama Breaking News; sementara di malam hari banyak kejadian yang memaksa bergulirnya program dadakan itu. Saat ini, ketika saya melepaskan seragam pada akhir 2020, tidur malam adalah sebuah penebusan dosa masa lalu. Namun entah bagaimana suara telepon tersebut membuat saya merasa harus bangun dan menerimanya. Dia adalah pejabat menengah sebuah BUMN, yang tengah mendapat pendampingan IKComm. Selamat malam, Mas. Pripun (bagaimana, Ind.)?

Di ujung telepon, sang pejabat menyampaikan kegusarannya pada sebuah media online yang menulis tentang salah satu Komisaris baru di BUMN tersebut. Tulisan itu dinilainya tendensius, karena media lain tidak menulis. Setelah itu, ia bertanya apakah mungkin saya bisa membantu mempertemukannya dengan Pemred media tersebut. Di satu sisi, saya seharusnya berhak untuk tidur, karena sudah di luar jam kerja, tetapi di sisi lain, saya merasa perlu membuat klien puas dengan kinerja saya dan tim IKComm. Setelah berjanji akan mengusahakannya, saya menutup perbincangan itu, dan segera menghubungi Pemred media yang dimaksud, yang kebetulan pernah bekerja sama selama beberapa waktu.

Permintaan seperti itu terjadi tidak hanya sekali. Banyak pejabat, pribadi atau pihak tertentu yang merasa terganggu dengan pemberitaan yang dinilai tidak sesuai dengan harapan. Media memiliki ukurannya sendiri. Jurnalis dan newsroom menjalankan tugas dengan cara pandang yang berbeda. Angle atau sudut pandang dan Agenda setting adalah cara pandang media dalam menilai sebuah peristiwa. Walter Lippman seabad lalu pernah menyatakan, media mampu melihat lebih jauh dari pandangan masyarakat pada umumnya. Media memiliki kemampuan menilai, mengukur dan menyimpulkan mana yang dianggap penting bagi publik. Pandangan itu melegitimasi aktivitas jurnalistik dalam memilih sudut pandang (angle) peliputan dan penayangan berita di luar harapan dari sekelompok anggota masyarakat ataupun pribadi yang kebetulan memiliki label penting di sebuah lembaga.

Berada di perbatasan antara posisi pendamping klien yang membutuhkan keyakinan pada reputasi baik yang harus terjaga dan orang yang mengetahui aktivitas jurnalistik yang ideal, saya dan tim IKComm harus selalu dituntut untuk mencari keseimbangan di antara keduanya. Kami tidak sekedar menyenangkan klien yang nantinya justru mengganggu hubungan dia dan media, karena media memiliki peran penting dalam menginformasikan hal-hal positif klien. Itu bukan Klientologi (ini istilah saya saja). Klien memang penting untuk keberlangsungan perusahaan kami, tetapi IKComm juga harus mampu menciptakan jaringan kerja sama yang baik antara klien dan media. Edukasi untuk klien tentang cara kerja awak media adalah salah satu cara untuk penciptaan simbiosis mutualistik. Pada saat yang sama media dan jurnalis juga perlu diajak berdiskusi untuk mengenali klien IKComm. Pada satu titik, awak media juga perlu pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk menambah wawasannya. Pertemuan dua kepentingan ini menjadi faktor penting timbulnya perasaan saling menghargai dan menghormati di antara jurnalis dan masyarakat.

Setelah menutup telepon sang pejabat BUMN, saya segera menghubungi sang pemred media. Thank God, ia masih belum ke peraduan dan bersedia menerima telepon saya. Yang lebih menyenangkan, ia pun bersedia mendengarkan keluhan sang pejabat BUMN bahkan akan meluangkan waktu untuk berdiskusi pada satu kesempatan.

Hoahhemmm…

Mata ini sudah tidak bisa diajak berkompromi. Bantal dan selimut tak jemu memanggil-manggil saya. Meringkuk dalam kegelapan kamar, hati ini tenang, karena klien merasa nyaman dengan rencana esok hari. Selamat malam klientologi.

Jakarta 20 Mei 2022. Indi

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi
Next JournalKata-kata Makian atau Gurauan, Siapa Penentunya, Apa Akibatnya?