Krisis yang Mengancam Reputasi

Pada dasarnya, setiap krisis yang mengancam reputasi sebuah perusahaan/organisasi, harus dihadapi dengan menyiapkan strategi komunikasi untuk mengendalikannya. Berdasarkan pengalaman sebagai Konsultan Komunikasi di beberapa perusahaan baik BUMN maupun swasta, irakoesnocommunications (IKComm) memiliki tips menghadapi krisis reputasi, yang dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, ditinjau dari pesan dan kanal komunikasi. Lalu yang ke-dua, bagaimana bersikap saat mengendalikan krisis.

  1. Tips menangani krisis berdasarkan pesan dan kanal komunikasi

    Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan ketika menghadapi krisis reputasi:

    1. Kenali sumber krisis
      Krisis timbul saat pihak eksternal menangkap adanya masalah baik dari dalam maupun diluar institusi dan kemudian menyebarkannya ke ruang publik, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan. Mengenali sumber krisis berarti mengenali sumber masalah. Dengan mengetahui sumber masalah itu, maka langkah perbaikan yang menyeluruh akan lebih mudah dilakukan. Penanganan krisis bukan sekadar memadamkan kebakaran (krisis), tetapi juga menghindari masalah yang serupa di masa mendatang.
    2. Pahami pesan krisis dan kanal penyebaran informasinya serta tokoh-tokoh yang mengamplifikasinya
      1. Pesan. Memahami pesan yang memicu terjadinya krisis sama seperti seorang dokter yang berhasil memahami causa sebuah penyakit. Dengan demikian, penentuan cara penanganannya akan tajam dan tepat. Pada saat yang sama, memahami pihak yang paling keras dan berpengaruh menyuarakan hal negatif melalui kanal komunikasinya, memudahkan cara menjawab dengan efektif. Kanal komunikasi tidak hanya di media mainstream dan media sosial, tetapi juga percakapan-percakapan publik melalui forum-forum tertentu atau menggunakan suara-suara pihak tertentu (key opinion leader) yang berpengaruh.
      2. Kanal Komunikasi. Perbedaan kanal komunikasi mengakibatkan perbedaan penanganan krisis. Sifat masing-masing kanal yang berbeda membutuhkan pendekatan yang spesifik agar memperoleh hasil yang tepat guna. Kanal komunikasi itu dibedakan atas: Offline di dalamnya mencakup penanganan media mainstream serta pertemuan tatap muka; dan Online yang melibatkan kegiatan perbincangan publik di dunia digital (website, media online, media sosial, forum percakapan kelompok di WA grup, telegram, dsb).
        1. Menangani krisis secara offline
          Reputasi yang baik merupakan sebuah investasi. Menjaga dan dapat mempertahankannya di mata stakeholders (pemangku kepentingan) tentulah menjadi hal yang sangat penting. Sebagai salah satu komponen stakeholders, media mainstream dengan nama besar layak dipertimbangkan untuk dilibatkan dalam upaya menjaga reputasi. Sebab, meski secara umum posisinya sudah ’’melandai’’, media mainstream masih eksis dan dikonsumsi kalangan usia matang (sebagian Gen Y, Gen X, dan diatasnya). Terlebih, mengingat media mainstream kini juga memiliki website, media online, dan media sosial,

          Selain media mainstream, ada beberapa komponen lain yang menjadi bagian dari stakeholders seperti pemerintah dan customer/pelanggan. Untuk itu, pastikan untuk selalu membangun hubungan baik, membangun dan menjaga kepercayaan, serta tetap dapat dijadikan inspirasi.
        2. Menangani krisis secara online
          Di era digital ini, masyarakat modern (Milenial dan Gen Z) cenderung menggunakan media digital sebagai sumber informasi (website, media online, dan media sosial). Kebebasan berbicara di dunia digital memiliki potensi besar dalam memperkuat reputasi sebuah perusahaan/organisasi maupun sebagai ancaman. Oleh karena itu kanal informasi digital harus ditempatkan sebagai prioritas utama saat mendalami kasus krisis reputasi. Sangat penting memahami karakter setiap kanal komunikasi online (website, media online, media sosial, forum diskusi online). Masing-masing platform memiliki keunikan perlakuan dengan audiens yang khas (walaupun terdapat irisan), yang menentukan bagaimana perlakuan penanganannya secara spesifik. Di sana terdapat perbedaan cara penyampaian pesan, pembawa pesan, durasi pesan hingga kapan saat terbaik untuk mempublikasi pesan tersebut.
        3. Pantau media secara berkala (media monitoring)
          Media mainstream tidak hanya mengandalkan tim liputannya sebagai sumber berita. Media sosial dianggap turut dan layak menjadi bahan informasi. Pesan-pesan yang dapat menimbulkan krisis dapat mencuat setiap saat di media sosial yang kemudian ditangkap media mainstream dan meluas. Memantau secara berkala suara media baik media mainstream maupun media sosial pascapenanganan sebuah krisis menyiapkan tim PR terhadap kemungkinan adanya gejolak baru.
  2. Tips bersikap dalam mengendalikan krisis
    1. Terbuka tetapi diplomatis
      Reputasi lembaga sangat mahal, karena terbentuk dalam kurun waktu yang bisa sangat panjang. Publik perlu dijaga kepercayaannya. Jika ada masalah yang bisa mengganggu citra dan reputasi, jangan bersembunyi dari publik. Jangan pula berusaha menutupinya. Sikap tidak peduli dan mengabaikan publik saat ada masalah dapat diartikan sebagai sebuah kesombongan. Dengan mengakui adanya masalah dan siap menyelesaikannya berarti lembaga (PR) sedang menghargai suara publik. Transparansi sangat penting, tetapi masyarakat tidak harus mengetahui semua hal. Batas keterbukaan itu bersifat relatif. Ia dapat ditetapkan melalui kesepakatan tertentu setelah menghitung semua risiko.
    2. Empati dan simpati
      Dalam sebuah krisis, tempatkan publik di tempat yang terhormat. Mereka adalah konsumen dan stakeholder yang harus dijaga kepercayaannya. Melalui pesan-pesan bernada empati dan simpati, lembaga sedang mengirimkan pesan kepada publik, bahwa kepercayaan itu tetap dijaga dengan sebaik-baiknya.
    3. Bertanggungjawab
      Sikap ksatria selalu akan mendapat apresiasi. Berani berbuat, berani bertanggungjawab adalah jargon penting dalam konteks hubungan lembaga dan masyarakat. Krisis kepercayaan akan selalu bermuara pada siapa pelakunya, apa tanggungjawabnya dan apa langkah perbaikannya. Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut baik terbuka maupun secara diplomatis sangat penting untuk menunjukkan kredibilitas lembaga.
Next JournalKekhawatiran vs Harapan di 2023