Selebriti oh Selebriti

Ada dua film dokumenter seru di platform film berbayar berinisial N (sengaja saya beri inisial biar tidak terkesan berpromosi, walau mungkin banyak di antara Anda yang sudah mengerti). Seru menurut saya, karena keduanya adalah tentang tokoh sepakbola terkenal di era saat ini dan era 1990 hingga awal 2000an, yaitu Lionel Messi dan David Beckham.

Dokumenter pertama berjudul Captains of The World sebetulnya berbicara tentang para kapten sepakbola yang membawa tim negara masing-masing untuk berjuang memperebutkan Piala Dunia 2022. Hanya saja porsi Lionel Messi, yang disebut-sebut sebagai pesepakbola dunia terbaik saat ini lebih banyak, karena ia berhasil memenangkan Piala yang sebelumnya belum pernah direbut bersama Argentina. Yang kedua berjudul Beckham, tentang perjalanan karir David Beckham sejak debutnya di Manchester United, Inggris tahun 1992-2003, Real Madrid, Spanyol, 2003-2007, lalu mengakhiri karirnya di Amerika sebagai pemain di LA Galaxy, tahun 2007-2012. Kini ia tercatat sebagai pemilik klub Inter Miami, AS. Yang dahsyat adalah pertemuan kedua nama besar itu. Beckham berhasil meyakinkan Messi meninggalkan klub kaya Paris Saint Germain untuk bergabung di klub Inter Miami sejak 2023.

Kedua film serial itu membuat saya kagum karena dua hal: Pertama, pembuatnya memiliki arsip gambar yang kaya untuk dijadikan bangunan cerita apa saja. Alias lengkap. Ada gambar masih hitam putih, wawancara, suara publik, wawancara masa lalu hingga footage (video hasil shooting) pribadi. Kedua, tokoh-tokoh utama dalam film dokumenter itu adalah hasil karya terbaik dari bakat dan kerja keras. Bakat mereka memang terlihat sejak masih muda. Hanya saja pada perjalanan menuju puncak dan hasil yang diraih adalah buah dari Latihan, Latihan dan Latihan.

Ada satu hal lagi yang menjadi perhatian saya. Dua tokoh itu bertolak belakang dalam hal berhadapan dengan media. Sama-sama mendapatkan kesuksesan dalam materi dengan kontrak bisnis yang luar biasa, Messi adalah pribadi yang tidak banyak “beraksi” di luar lapangan hijau. Media terutama paparazzi sulit mendapatkan momen-momen luar biasa darinya. Berbeda halnya dengan Beckham! Beckham yang menikahi selebriti, Victoria “Posh Spice” Caroline Adams adalah obyek yang menarik. David Beckham tidak hanya hebat di lapangan bola dengan umpan-umpan dan tendangan bebasnya, media selalu menyoroti penampilannya yang ganteng serta isterinya yang terkenal.

Dengan jumlah penggemar yang mencapai 4 miliar atau separuh penduduk dunia, hampir bisa dipastikan semuanya mengenal Lionel Messi dan David Beckham. Keduanya adalah selebriti. Bahkan Beckham, lagi-lagi menurut saya adalah selebriti pangkat dua, karena terkenal di bidang olah bola plus menjadi sorotan media di luar lapangan. Sebagai pesohor, Messi dan Beckham adalah komoditas bisnis yang sangat bernilai. Perusahaan komersial akan dengan senang hati menggunakan nama dan wajah mereka untuk menarik konsumen di berbagai belahan dunia. Mereka adalah komoditas.

Graeme Turner, seorang professor dan peneliti budaya dari Universitas Queensland Australia menyebutkan selebriti dan budaya selebriti adalah industri yang terus bertumbuh di sepuluh tahun terakhir. Di Inggris, riset organisasi YouGov tahun 2005 pada 800 anak muda menyebutkan  satu dari 10 remaja berharap bisa muncul di televisi agar terkenal. 16% responden meyakini menjadi selebriti adalah jalan kesuksesan.

Kemajuan teknologi informasi mempermudah relasi selebriti dan para penggemarnya (ada yang menyebutnya sebagai pemuja). Berbagai platform media sosial menjadi pengganti televisi, radio, media cetak sebagai sarana penghubung di antara kedua belah pihak.  Ucapan, tulisan (aka caption), video, foto para pesohor, di bidang apapun, selalu dinanti. Publik kemudian merespon dalam bentuk Like, Retweet atau Comment. Berbagai perusahaan kemudian memanfaatkan pengaruh itu untuk meningkatkan penjualan produknya. Banyak di antara kita (termasuk saya) dengan suka rela memakai (bahkan ikut mempromosikan) produk tertentu yang diasosiasikan dengan selebriti yang dipuja. Kita percaya dengan pilihan selebriti itu, demikian hasil penelitian Chen Lou dan Kim Hye-Kyung.

Di dalam negeri, di kiri-kanan kita, banyak selebriti memanfaatkan keterkenalan mereka untuk masuk panggung politik baik legislatif maupun eksekutif. Beberapa orang berhasil, bahkan hingga lebih dari sekali menjadi anggota DPR RI. Sebut saja Eko Patrio, Rachel Maryam dan Primus Yustisio. Sementara, yang paling hangat adalah Komeng, terpilih sebagai anggota DPD dengan suara tertinggi. Namun, ada pula yang hanya sekali mencicipi kursi wakil rakyat seperti Anang Hermansyah dan Kris Dayanti. Nasib berbeda dialami Helmi Yahya. Pria yang pernah mendapat sebutan Raja Kuis itu gagal tiga kali di dalam Pemilihan Kepala Daerah dan yang terkini gagal ke DPR karena partainya tidak lolos ambang batas parlemen.

Nama-nama ngetop itu berpengaruh, karena publik merasa mengenal, dekat dan mempercayai mereka. Bagi sebagian orang kapasitas, intelektualitas atau pendidikan selebriti mungkin tidak penting, tidak dihitung sebagai tolok ukur kehebatan. Kamu terkenal, saya mempercayaimu, that’s it. Istilah sekarang no debate, jangan perdebatkan lagi!

Mau apa lagi? Akhirnya berpulang kepada moralitas para selebriti itu untuk tidak memanfaatkan, mengeksploitasi atau memanipulasi kepercayaan yang diterima. Syukur-syukur sang selebriti mau terus mengembangkan diri untuk menunjukkan kapabilitasnya di bidang apapun.

Boleh kan saya membayangkan Messi atau Beckham pindah kewarganegaraan ke Indonesia terus mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau Gubernur atau bahkan Presiden? Hmmm. Timnas Indonesia sepertinya bakal bisa lebih hebat. Seru kali ya?

Jakarta, 30 April 2024

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi