WOME: Ambassador Perusahaan

“Selamat siang, Kak. Punya member …mart-nya?”

“Tidak ada”.

“Tidak bikin sekalian, Kak?”

Itu adalah kutipan perbincangan saya dengan kasir satu minimart saat saya jajan cemilan. Poinnya bukan saya belanja apa, berapa harganya, kapan dan dimana; yang saya dalami adalah ketika si mbak kasir menawarkan pembuatan keanggotaan minimart tempat kerjanya dan respon saya saat menyatakan tidak memiliki.

Dalam sejumlah kesempatan di hadapan para kasir yang bertanya soal keanggotaan, saya yang memang tidak pernah punya membership apapun, tidak mendapat tawaran lebih jauh. Sang pegawai seolah menjalankan pekerjaannya secara otomatis, seperti robot. Pertanyaan pertama diikuti dengan pertanyaan atau pernyataan berikut tanpa memperhitungkan apa jawaban pelanggan yang memerlukan tanggapan berbeda.

“Selamat siang, Kak. Punya member …mart-nya?”

“Tidak ada”.

“Semua jadi sekian Rupiah. Bayarnya menggunakan apa?”

Perbincangan itu yang umum saya temukan. Mekanis, otomatis dan template.

Salah? Rasanya tidak juga. Karena sang kasir sudah menjalankan tugasnya sesuai prosedur. Penampilannya bersih dan menarik. Perhitungannya benar. Ucapannya tepat semua. Tidak salah, tetapi ada yang kurang. Mengapa ia tidak menindaklanjuti pernyataan si pelanggan yang mengatakan tidak memiliki keanggotaan? Bukankah ada kemungkinan tawaran keanggotaan itu dapat berbuah baik berupa ikatan jangka panjang karena si pelanggan bersedia menjadi anggota? Perusahaannya jadi punya pelanggan baru.

Anna Mutter (The Four Types of Employer Brand Ambassadors, 2024) menyebutkan kesediaan para pegawai menceritakan hal positif tentang tempatnya bekerja (word of mouth for employers/WOME) dapat mendorong citra perusahaan. WOME ini tidak terbatas pada ucapan/verbal, seperti menawarkan keanggotaan, tetapi ada yang lebih pentingnya adalah tindakan. Tersenyum secara tulus atau menggunakan produk perusahaan dengan bangga.

Sekitar pertengahan tahun 2024, IKComm mendampingi sebuah BUMN meluncurkan tampilan baru. Rejuvinasi alias peremajaan, penyegaran. Selama proses perubahan itu, secara khusus IKComm mengingatkan peran internal korporasi sebagai medium penyampaian perubahan. Media dan media sosial memang sarana publikasi yang dipergunakan saat itu, tetapi pelibatan internal menjadi salah satu pijakan utama yang (tentunya jadi relatif )murah, mudah dan berkelanjutan.

Pada persoalan yang lain, ada satu lembaga mengalami krisis reputasi setelah ada unggahan negatif sebuah akun media sosial tentang lembaga itu. Membesar, karena diangkat media arus utama dan dibicarakan berulang-ulang. Hal itu justru berawal (atau diduga) dari adanya bocoran informasi ordal (orang dalam). Ordal yang tidak puas tidak lagi menjadi corporate ambassador, bahkan menjadi musuh dalam selimut. Ketidakpuasan menjadi kata-kata yang sering saya temukan dari mulut pegawai yang mengkritik atau bahkan memburukkan nama perusahaannya.

Robbins dalam Wijaya (2017) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Pertama, pekerjaan yang menantang membuat seseorang menjadi betah bekerja. Ke-dua, tentu saja gaji yang dianggap baik. Ke-tiga, seperti yang katanya diidamkan Gen Z: lingkungan kerja yang ‘kondusif’, dan ke-empat, rekan kerja yang menyenangkan.

WOME memang tidak melulu tentang kepuasan kerja. Banyak faktor yang mempengaruhi (Mutter, 2024). Didalamnya termasuk seberapa engaged si pegawai dengan pekerjaannya serta usia. Namun demikian, setidaknya kepuasan kerja dapat menekan keinginan untuk menceritakan hal-hal negatif tentang lingkungannya. 

Memperhitungkan internal stakeholder adalah salah satu pertimbangan IKComm saat menangani krisis reputasi. Dalam banyak kesempatan, satu lembaga yang mengalami krisis reputasi lebih banyak memikirkan apa kata eksternal dan melupakan suasana hati internal. Padahal di era media sosial seperti sekarang, para pegawai yang puas dengan lingkungan kerjanya adalah WOME yang potensial. Mereka dapat menjadi penyeimbang suara negatif setidaknya di jagad maya.

Jadi…

“Bagaimana, Kak, saya bikinkan membership …mart-nya, ya? Gratis, kok. Nanti juga bisa langsung dipakai lho poinnya”.

“OK, Mbak”.

 

Jakarta, 28 Agustus 2025

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi
Next JournalKala KEMARAHAN Jadi Bahasa Tersendiri