Mempercayai Itu Berat

Ethan Hunt berkata: “I need you to trust me, one last time”. Tokoh utama film Mission Impossible The Final Reckoning itu meminta kepercayaan Presiden Amerika Serikat untuk meminjamkan kapal induk dan kapal selam paling canggih sebagai kendaraannya menuju tempat yang tidak boleh diketahui siapapun. Itu adalah satu-satunya cara untuk bisa menaklukkan kecerdasan buatan (Artificial Intellegence/AI) yang hendak menguasai dunia. Bayangkan seorang Presiden Amerika Serikat (walaupun hanya di film) yang sangat berkuasa harus percaya dan menurut pada seorang agen lapangan. Tidak hanya agen lapangan, tokoh Ethan Hunt juga sering disebut bandel, karena tidak ikut aturan, mengerjai para pejabat negara dan menyulitkan diplomasi. Pada akhirnya, sang Presiden menutup matanya dari kelakuan Ethan Hunt dan meyakini bahwa sang agen akan mampu menyelamatkan isi dunia dari perang nuklir.

Saya tidak mau berlarut-larut membicarakan film Hollywood itu. Khawatir dibilang membocorkan isi ceritanya. Bisa bikin banyak orang kesal atau bahkan marah! Namun yang mengganggu adalah: Bagaimana kepercayaan terhadap seseorang dapat terbentuk dengan banyak label negatif yang melekat pada orang itu? Jawaban paling mudah adalah itulah film. Mungkinkah kita bisa menarik pesan positif melalui tokoh Ethan Hunt dan soal kepercayaan Presiden Amerika Serikat padanya.

Dalam kehidupan nyata, kepercayaan (trustworthiness) seseorang harus terlihat agar orang tersebut dapat dipercayai (trusted) (Lau, Lam & Salamon, 2008). Sedangkan kepercayaan (trustworthiness) adalah sebuah atribut yang melekat pada seseorang, berupa kebaikan hati (benevolence), integritas dan kompetensi (Fathurochman & Mirza, 2014).

Dengan atribut seperti di atas, rasanya kepercayaan tidak akan tumbuh dalam semalam. Bisakah kita mempercayai seseorang yang baru kita kenal untuk melakukan hal-hal (relatif) besar, misalnya meminjamkan uang Rp. 100 juta? Percayalah, saya akan mengembalikan tepat waktu dan memberikan tambahan senilai tertentu, demikian kata orang yang baru kita kenal itu.

Atau: percayalah, saya akan membuatmu menjadi anggota parlemen, kata seorang politisi yang selalu gagal dalam beberapa kali Pemilihan Umum Legislatif. Maukah Anda mempercayakan diri pada orang seperti itu?

Mengutip buku Awaken The Greatness Within, Arthur Ashe seorang petenis asal Amerika Serikat tahun 70-an menyebutkan kepercayaan harus diperoleh (earned), dan harus datang setelah berlalunya waktu. Artinya kepercayaan tidak datang tiba-tiba. Secara konsisten satu citra positif ditempa dan dibentuk, yang kemudian, dalam kurun waktu tidak pendek, menimbulkan rasa percaya.

Dalam banyak kesempatan, IKComm selalu mengingatkan para klien untuk terus menerus menunjukkan hal positif kepada publik. Dengan demikian terbentuk satu citra atau reputasi baik yang menimbulkan kepercayaan para stakeholder (pemangku kepentingan) klien tersebut.

Pada satu ketika (jaman Covid), satu klien IKComm mengalami satu peristiwa yang menimbulkan ketidak percayaan publik. Seorang pegawainya melakukan tindakan tercela, memanfaatkan posisinya, menipu orang banyak untuk meraup keuntungan pribadi. Hujatan keras mengalir. Media menulis tanpa henti. Dalam kasus itu, klien mesti menunjukkan komitmen untuk menjadi lebih baik. Di sisi lain, IKComm harus hadir untuk membantu mengembalikan kepercayaan publik dan stakeholder pada entitas klien.

Dalam hal ini, berarti IKComm juga harus dapat dipercaya (reliable), memiliki integritas dan kompetensi sebagai ahli komunikasi dan media. Kemampuan untuk membaca media, minat publik dan stakeholder lainnya, serta merangkumnya dalam sebuah advis yang tepat adalah sebuah proses panjang. Di dalamnya terdapat upaya peningkatan pengetahuan, pengalaman serta insting. Dengan demikian klien yang menyerahkan sttrategi dan aktivitas komunikasinya kepada IKComm merasa yakin akan dapat memperoleh kepercayaan publik.

Trust must be earned through time and hard work, kata Arthur Ashe.

Setelah menonton selama hampir tiga jam, saya rasa Film Mission Impossible The Final Reckoning tetaplah sebuah film imajiner walau memiliki pesan-pesan positif. Selain itu dengan aksi-aksi berbahaya tanpa pemeran pengganti, Tom Cruise yang berusia 62 tahun menunjukkan fisik yang tangguh. Kita (minimal saya) bisa percaya, tubuh dan kemampuannya melakukan adegan-adegan yang bersinggungan dengan maut, seperti bergelantungan di pesawat, berkelahi hingga menabrak dinding, menyelam, naik motor berkecepatan tinggi  adalah hasil dari sebuah konsistensi dalam menjaga kesehatan dan kebugaran. Namun kalau dunia terancam perang nuklir, tentu saya tidak akan percaya Tom Cruise akan bisa menyelesaikannya. Hahaha... Iya kan?

 

Jakarta, 26 Juni 2025

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi
Next JournalNahhh!!! Apa Kata Orang