Selamat Datang Calon Pemimpin Bangsa (yang idealnya juga) Pecinta Lingkungan

Dalam seketika, kawasan yang saya kenal hijau, asri, bersih di sekitar Tangerang Selatan, Banten, menjadi berwarna-warni. Anda bisa menebaknya. Atau bahkan tidak? Tidak tahu yang saya maksud?

Spanduk, baliho, poster, serta umbul-umbul. Itu maksud saya.

Masih belum jelas?

Benda-benda dengan ukuran bermacam-macam, beraneka warna, dengan berbagai foto dan informasi tersebut adalah reklame calon anggota legislatif (caleg) Tingkat Kabupaten/Kota, Tingkat Provinsi, Pusat serta pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Sejak akhir tahun lalu benda-benda tersebut di lokasi yang saya sebut di awal tulisan ini dan pasti sekarang sudah meluas kemana-mana, karena Pemilu serentak akan kita lakukan pada 14 Februari 2024.

Terus apa masalahnya?

Seorang teman dari sebuah partai yang baru terjun di Pemilu 2024 ikut menjajal keberuntungan jadi caleg DPR RI. Daerah pemilihannya adalah Jawa Barat (Jabar VII) meliputi Kabupaten Karawang, Bekasi, dan Purwakarta. Dia antusias. Dari kocek pribadi, tanpa bantuan partainya, ia mengeluarkan biaya pembuatan kaos, baliho, poster, kartu nama hingga pertemuan kader. Khusus tentang pemasangan poster, spanduk, atau umbul-umbul ia merasa kesulitan memperoleh tempat kosong di lokasi yang strategis seperti di perempatan jalan. Tempat tersebut menjadi incaran, karena diyakini jadi perhatian calon-calon pemilih yang melintas.

Terus terang sebagai pemerhati lingkungan kecil-kecilan, saya sangat peduli dengan pepohonan dan penataan perkotaan. Melihat kondisi bertebarannya promosi caleg, partai dan paslon pimpinan negeri, saya merasa pengelola tata kota terjebak dalam sebuah dilema. Di satu sisi urusan pesta demokrasi RI harus lancar, sukses, serta menarik antusiasme masyarakat. Namun di sisi yang lainnya, kegiatan pemasangan alat peraga kampanye (APK) justru mengganggu keindahan atau bahkan menyakiti lingkungan itu sendiri, karena menyampah dan perusakan pepohonan. Tak hanya itu, di beberapa tempat timbul kecelakaan lalu lintas akibat pandangan pengguna kendaraan terganggu atau justru tertimpa APK yang roboh.

Peraturan KPU no 15 tahun 2023 melarang pemasangan APK di pepohonan, taman, serta tiang listrik. Bawaslu pun sudah menyatakan para pelanggarnya akan ditindak. Lalu pertanyaannya, apa sanksi tersebut? Hmmm. Menurut anda apa? Siapa yang akan menindak? Bagaimana cara menegakkannya?

Sesuai aturan main, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan menjadi pihak eksekutor sanksi. APK yang terpasang tidak sesuai aturan main akan dicabut. Secara otomatis, APK yang tidak tepat terpasang harus diturunkan.

Hanya saja …

Di tengah gegap gempitanya masa kampanye apalagi menjelang waktu coblosan, saya ataupun kebanyakan dari kita rasanya pesimistis sanksi tersebut akan ditegakkan. Tidak heran di media sosial beredar video aksi-aksi pencabutan spanduk dan paku yang merusak estetika serta pepohonan. Tindakan tersebut tampaknya merupakan bentuk kekesalan warga atas tidak jalannya penerapan sanksi. Di pihak lain banyak pula anggota masyarakat yang bersikap masa bodoh. Ya udahlah yah... Apalagi kalau ditambah pertanyaan, spanduk yang sudah dicabut mau dibawa kemana? Calon sampah baru!

Antar Venus dalam bukunya Manajemen Kampanye menyebutkan poster atau spanduk merupakan bentuk kampanye yang penting untuk meningkatkan pengetahuan publik pada sang calon. Penempatannya pun perlu diperhitungkan dengan matang agar efektivitasnya tinggi. Persoalan menjadi berbeda, ketika  ada 9.917 orang memperebutkan 580 kursi DPR RI di 84 dapil. Angka itu belum termasuk Dewan Perwakilan Daerah, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota. Dalam hitungan beberapa bulan saja ribuan APK membanjiri lahan-lahan di pelosok-pelosok negeri.

Mengomunikasikan nama dan wajah caleg, partai, dan nomor urut di surat suara menjadi titik krusial. Para caleg tahu harus menggunakan berbagai saluran untuk “mengindoktrinasi” konstituennya agar bersedia memberi hak suaranya di TPS. Masalahnya adalah sang caleg tidak mungkin bekerja sendirian. Timnyalah yang menjalankan aksi pemasangan APK di berbagai tempat.  Alhasil terjadilah kejadian pemasangan dimana-mana hingga melanggar aturan KPU. Atau justru hal itu atas dasar perintah sang caleg? Wallahualam bissawab.

 

Jakarta, 25 Januari 2024

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi
Next JournalBahasa Isyarat, Bahasa ‘Tarzan” dan Bahasa non-Verbal