Era Digital, Media dan Akurasi

Setiap pagi, bentangan koran menemani saya sarapan ataupun bisa hanya kudapan di meja makan.

Hmm. Lihat judul headline. Srat sret. Tutup koran. Suap makanan ke mulut.

Setel tv dulu ahh. Pencet remote. Mana berita? Hmmm. Seru diskusinya. Tapi kok begini nggak ada bedanya dengan yang kemarin? Ya udah deh nikmati aja. Hitung-hitung menambah suasana hangat di pagi yang cerah.

Ritual tersebut tidak lagi berjalan. Surat kabar tidak ada di genggaman beberapa tahun terakhir. Kebiasaan setiap pagi itu masih ada, tetapi telepon genggam menggantikan koran, bahkan remote tv. Pesan WA, media online, Instagram jadi akses utama.

Apakah saya merepresentasikan kebiasaan baru seiring dengan perubahan teknologi dan zaman? Bahwa media mainstream (koran, tv, majalah, radio) tergantikan oleh gawai (gadget) berupa ponsel atau tablet sebagai sumber informasi? Jika, ya, apa jadinya pekerjaan (saya sungkan menyebutnya profesi, karena tidak pernah menempuh pendidikan khusus dengan segala macam etika profesinya) wartawan yang pernah saya geluti lebih dari 25 tahun sebelum pensiun di akhir 2021?

Menjadi wartawan sangat menyenangkan (setidaknya dalam pandangan saya). Mendengar banyak, melihat banyak, mengerti banyak, tetapi berbicara sedikit. Mendengar dari sebelah kiri ke kanan, melihat ke atas dan ke bawah, mengerti pandangan ini dan itu, tetapi berbicara secukupnya agar tidak bias (selain karena pertimbangan kebijakan redaksi dan waktu tayang siaran tv). Ada satu masa, ketika kecepatan menjadi ukuran kehebatan seorang jurnalis (terutama tv). Saya antusias bersiaran Breaking News. Itulah tanda keberhasilan kecepatan sebuah informasi. Publik mengakuinya dengan tingginya rating tv program Breaking News. Kemudian, ketika kedalaman menjadi tuntutan, saya sangat bersemangat mendialogkan sebuah topik (biasanya politik) dengan para pelaku dan pengamat yang kompeten.

Things have changed, eventually. Akhirnya semua harus berubah sesuai zaman yang bergerak mengikuti perubahan teknologi dan pengaruh sosial, politik, ekonomi global. Media mainstream sepertinya tidak lagi menjadi yang utama. Media sosial (medsos) dan media online lebih “cepat” menyampaikan sebuah informasi. Media online menjadi sebuah keharusan bagi sebuah lembaga pers mainstream yang sudah ada agar bisa bersaing dengan media online yang juga menjamur. It’s a must. Itu menjadi sebuah keharusan (John Vivian, 2018). Berita tentang bencana, kecelakaan, kebijakan, hanya berjarak menit bahkan detik sejak terjadi hingga mendarat di tangan publik. Bahkan tidak jarang media mainstream menjadikan informasi di medsos dan media online sebagai jangkar informasi utama mereka.

Tuntutan itu membuat para jurnalis harus terus menerus memperbarui informasi kepada publik, karena deadline media saat ini terjadi setiap saat. Ketika kecepatan tinggi menjadi tuntutan utama, kemungkinan kesalahan informasi menjadi lebih besar. Apakah ada jaminan cek dan ricek telah berjalan? Apakah cover both sides dilaksanakan? Dengan mudah jurnalis picik mengatakan, ah nanti kan kita bisa perbarui informasinya pada tulisan berikut. Iya juga sih (saya menggumam sambil manggut-manggut). Tapi, ngono yo ngono, mung ojo ngono. Menjadi permisif bukanlah pagar etika pekerjaan wartawan.

Walter Lippman, seorang reporter tahun 1920 pernah mengatakan “Sehatnya masyarakat tergantung dari kualitas informasi yang diterimanya”. Berita tidak hanya soal menginformasikan publik, tetapi melayani kemanusiaan agar lebih baik. “Tujuan utama dari ‘berita’ adalah memberdayakan umat manusia agar hidup berhasil di masa depannya”.

Pesan Eyang Lippman selalu terngiang di benak saya, walau saya tidak lagi menjadi bagian dari korps wartawan. Pekerjaan saya bersama IKComm saat ini seolah menjadi jembatan antara klien, publik (stakeholder) dan media (wartawan) ketika sebuah isu perlu diperjelas atau krisis perlu ditangani. Kecepatan dalam penyelesaian masalah klien dengan pasokan informasi yang tepat untuk publik (stakeholder) membutuhkan media (wartawan) yang tepat. Kecepatan memang sangat penting agar sebuah krisis dapat tertangani, tetapi ketepatan informasi dengan media (wartawan) yang kredibel adalah di atas segalanya. Dengan demikian semua pihak, baik klien maupun publik mendapatkan manfaat dalam penyampaian informasi itu.

Teknologi yang berkembang luar biasa membuat kita bisa tergagap-gagap mengikutinya. Namun ketika berhubungan dengan informasi dan berita, akurasi ada di posisi yang sangat penting. Banyak pihak tergantung pada kata tersebut.

Jakarta, 6 Juli 2022
Indi

Previous JournalKrisis yang Mengancam Reputasi
Next JournalAntara Jurnalistik dan Klientologi